Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Februari 2011

TMB: Hanya Duit Bukan Solutif


Oleh: Damar Fery Ardiyan

Sejumlah surat kabar lokal beberapa hari yang lalu memberitakan evalusi Dinas Perhubungan (Dishub) terhadap Trans Metro Bandung (TMB) yang telah beroperasi di sepanjang jalan Soekarno - Hatta satu bulan ini menimbulkan kekecewaan saya secara pribadi. Karena, sangat disayangkan evalusi yang dilakukan itu hanyalah pada masalah pendapatan Dishub atas operasi angkutan yang tergolong massal itu tidak sesuai dengan target pencapaian dalam kuantitas rupiah. Walaupun saya tahu, media dalam hal ini yang menyebarkan informasi tersebut mempunyai setting sendiri terhadap pesan apa saja yang ingin ditonjolkan. Karena pada komoditi informasi yang dimunculkan media massa pada saat itu pun menyebutkan kalau, Dishub dalam hal tidak berorientasi pada rupiah semata di akhir berita. Apa ia demikian?
           Walaupun demikian, saya malah berasumsi bahwa sampai saat ini Dishub yang bertanggung jawab atas operasi dari TMB ini hanya mementingkan keuntungan. Mengapa? Karena mereka sudah mempunyai data atau target pendapatan sebesar Rp. 86 miliar di awal moda transportasi ini beroperasi. Saya rasa, jika tidak berorientasi terhadap keuntungan, maka Dishub tidak mempunyai hitung-hitungan seperti itu. Apalagi, angka sebesar Rp. 86 miliar ini sudah diwacanakan di awal peluncurannya. Walaupun memang, kuantitas dalam rupiah ini akan didapatkan, tetapi tidak perlu lah diwacanakan! Apalagi, (katanya) tidak berorientasi pada rupiah yang didapatkan. Mungkin ini adalah analisa sederhana, tetapi tentu saja tidak akan menjadi sederhana karena akan ada kaitannya dengan apa yang Dishub perbuat, terkait dengan cita-cita yang agung untuk mengubah sistem tranportasi masyarakat kota yang lebih teratur.
            Jika ingin mengubah sistem tranportasi masyarakat, mengapa tidak dipersiapkan secara tuntas mengenai alat transportasi, serta penunjang jalur tersebut, agar dapat terealisasi arus lalu lintas yang baik (efisien dan efektif). Sehingga amanat UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan dapat diterapkan dilapangan secara maksimal. Karena sampai saat ini saja, pemberhentian (selter) masih sangat kurang dan jalurnya pun tidak ikut dipersiapkan. Malah TMB pun ikut berdesakan dengan angkutan umum atau mobil pribadi yang sudah ada sebelumnya. Bagaimana dengan kondisi seperti ini dapat membuat masyarakat terangsang untuk mempergunakan TMB sebagai angkutan umum alternatif yang bersifat massal. Karena kondisi arus lalu lintas yang akan dirasakan masyarakat kurang lebih sama, seperti memakai kendaraan umum yang sudah ada sebelumnya. Bahkan secara asumtif, TMB bukannya menjadi solusi ditengah kemacetan, tetapi dengan hadirnya TMB ini menambah sesaknya jalur yang cukup panjang ini.
            Apa yang terjadi? Apa karena hanya ingin kejar setoran, TMB mulai beroperasi sebulan terakhir ini. Saya harap tidak. Karena  jika demikian, berarti Dishub tidak jauh berbeda dengan pola pandang supir angkutan umum yang mungkin hanya memikirkan setoran dan uang makan semata. Diantara keduanya, mungkin berbeda dari seragam yang dikenakan saja. Bahkan, untuk mengamankan uang yang kemuadian akan datang jika operasi lancar, maka pada awal dioperasikanya TMB ini, Dishub melakukan pengamanan agar TMB beroperasi dengan baik dan tugas ini diserahkan kepada polisi.
            Tetapi untuk apa jika sampai petugas tersebut hanya ingin mengamankan setoran yang akan didapatkan? Saya rasa tugas polisi itu untuk mengamankan kebijakan, kebijakan apa? Kebijakan yang tentu saja baik untuk masyarakat. Jika kehadirannya hanya untuk menghindari amukan massa, tentu saja polisi hanyalah seorang bodyguard. Polisi pun mesti tahu apa yang diamankannya secara idelogis bukan? Jika dengan mengamankan TMB beroperasi dan malah membuat sesak laju lalu lintas, saya rasa itu tidak baik untuk masyarakat.
            Karena semakin cepatnya sistem berjalan, akan membuat bangsa kita cepat dalam melakukan perubahan. Jelas saja, karena contohnya dalam usaha untuk memberikan pendidikan kepada anak bangsa pun memerlukan arus yang berjalan lancar. Jika terhambat, maka akan berapa banyak siswa dan juga guru, bahkan dosen yang terlambat untuk memberi dan menerima pengajaran. Bahkan kebanyakan sekolah menerapkan kedisiplinan dalam waktu, yang kerap menghentikan siswa untuk belajar karena terhambat di jalanan.
            Sebagai salah satu aparatus dari negara, tentu saja pola kerjanya tidak seperti itu, yang menomor wahidkan keuntungan. Sistem yang dibuat mesti sinergis dengan sistem lain yang tengah berjalan saya rasa dan juga mesti sinergis dengan cita-cita bangsa ini. Untuk ini, saya masih percaya, apa yang dilakukan pemerintah (Dishub) berupa kebijakan-kebijakan itu berdampak luas untuk kepentingan bersama. Baik kepentingan supir angkutan umum sebelumnya yang “lapaknya” terenggut dan masyarakat secara luas, juga bagi bumi kita yang semakin tua.
            Bukan hanya kepentingan untuk menghisap uang masyarakat dalam tranportasi untuk dirinya sendiri/ pemerintah. Melainkan penghisapan tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat dalam bentuk lain. Seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan juga kebutuhan bahan pokok yang murah. Saya sangat tidak setuju, jika supir angkutan umum yang kerap beroperasi di sepanjang Soekarno Hatta ini ditekan dalam bentuk apapun untuk tidak lagi beroperasi tanpa diberikan jalan keluar. Tetapi, saya sangat setuju jika penerapan sistem tranportasi massal ini juga menguntungkan masyarakat lain, juga supir angkutan umum sebelumnya.

Produksi Nilai lebih
            Tidak dapat ditutup-tutupi, bahwa kehadiran sistem transportasi massal memberikan keuntungan yang besar. Mengapa tidak, karena angkutan dengan kapasitas 20 orang bahkan lebih ini dapat memberikan keuntungan yang lebih besar ketimbang angkutan yang berkapasitas kecil. Mengapa? Karena dengan sekali jalan lebih banyak mengangkut penumpang, dengan biaya pengeluaran yang relatif sama dengan kendaraan berkapasitas kecil. Apalagi, jika angkutan ini dikelola oleh pemerintah yang mana dapat menyalurkan pendapatannya dari tranpostasi kepada masyarakat kembali. Oleh karena itu, produksi nilai lebih sangat dimungkinan tercipta dari sistem tranportasi massal.
            Sistem produksi nilai lebih mungkin hanya perlu  bantuan mesin yang berkapasitas banyak, juga  berjalan dengan sangat cepat. Sehingga waktu dipergunakan dengan semaksimal mungkin untuk penciptaan nilai lebih. Karena dengan mempersingkat waktu itulah, kita dapat menukarkan sebuah kecepatan kepada penumpang sebagai bentuk nilai tukar yang telah penumpang berikan. Dari sistem yang bekerja ini, kita pun dapat memperluas lapangan pekerjaan saya pikir.
            Lalu, untuk memperbanyak keuntungan bagi pengelola moda tranportasi massal ini, yakni pemerintah. Pemerintah mesti berani menghentikan selera masyarakat untuk membeli kendaraan pribadi. Dengan cara memberikan kenyamanan bagi penumpang, memberikan jaminan bagi ketetapan waktu (berangkat dan sampai), lebih irit ketimbang membeli bahan bakar kendaraan, juga servis memuaskan kepada setiap penumpang. Dan penciptaan selera masyarakat ini bisa saja diciptakan melalui media massa.
            Walaupun, pasti ada tarik menarik antara pemerintah dan produsen kedaraan pribadi. Tetapi mau bagaimana lagi? Produsen kedaraan pribadi terus menjual komoditinya. Sedangkan jalan tidak bertambah besar dan menyebabkan ketidakteraturan. Bahkan jika diperlebar, tentu akan tidak tercipta batasan lebarnya jalan karena kendaraan pribadi pun terus di jual. Bisa jadi kota akan di hiasi dengan hanya jalan raya, tidak di isi oleh rumah penduduk lagi.
            Dengan transportasi massal yang dikuasai pemerintah ini, selain bangsa kita mendapatkan keteraturan. Kita pun akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk lain selagi menjalankan kehidupan ini. Pemerintah seyogyanya membuat masyarakat terlayani dengan baik dan keteraturan yang diciptakan melalui transportasi massal ini pun memberikan keuntungan, keuntungan yang terasa bagi masyarakat ketika menjalankan kehidupan sebagai makhluk sosial yang memiliki berbagai kebutuhan. Jika demikian, saya sangat mendukung dengan diberlakukannya sistem angkutan massal yang teratur karena mempunyai pemberhentian tetap. Mengapa tidak, karena perpindahan orang, barang dan jasa pun akan lebih cepat berjalan yang memberikan dampak positif bagi kita semua, amin.
            Oleh karena itu, pemerintah (Bandung) mesti seutuhnya dan sepenuhnya menjalankan rencana untuk merealisasikan angkutan massal yang terproteksi dari kendaraan lain. Angkutan massal yang bersinergis satu sama lain, dapat melayani semua orang yang ingin berpindah di dalam kota dengan cepat hingga berpindah menuju terminal/stasiun luar kota pun dengan cepat, dan dioperasikan tanpa mengklasifikasikan status sosial. Apalagi, jika mengingat kalau Bandung adalah kota yang tidak memiliki jalanan yang begitu besar. Dan jika pemerintah serius, anggap saja bahwa hal ini seperti menginvestasikan sesuatu untuk jangka panjang dan dikemudian hari kita dapat mendapatkan nilai yang lebih berharga dari nilai investasi sebelumnya. 

**Terbit di Tribun Jabar, edisi 4 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar