Oleh: Damar Fery Ardiyan
Apakah Anda bosan? atas sajian program di salah satu televisi swasta yang melayani khalayak media dengan program acara yang tingkat kepentingannya menurut saya sangat rendah. Karena saya merasa demikian, walaupun saya jarang menonton siaran tersebut, tetapi saya dapat memberi penilaian bahwa televisi tersebut tidak memberi pilihan bagi khalayak media yang heterogen ini atas sebuah program. Karena ketika saya beberapa kali melihatnya, program tersebut seperti menghadirkan rutinitas yang konstan setiap harinya, hanya saja ada orang-orang yang berbeda di dalam siaran tersebut.
Program acara yang saya maksud di sini adalah Take Me Out dan Take Him Out, juga acara sejenisnya. Dengan menghadirkan seorang dalam kategori tertentu: mapan, cantik/ ganteng, baik, ramah, juga memiliki banyak potensi, televisi seolah menjual kategorisasi ini kepada banyak pria maupun wanita di dalam satu program tersebut. Hanya seperti itu tidak lebih, bahkan saya tidak mengerti orientasi atau motif apa yang dibangun oleh televisi melalui program siaran ini. Mungkin orientasi pasarlah yang menjadi tujuannya. Karena program seperti ini tak lain dan tak bukan hanyalah acara biro jodoh dalam konsep lain yang dapat dipertontonkan dan dipermainkan dalam sebuah program televisi.
Lihat saja, bagaimana seorang jomblo “diiklankan” kepada beberapa orang, pria dan wanita yang seolah tuan dengan kebebasan menerima maupun menolak, apalagi pertimbangan penolakan tersebut bisa dibilang di dasari oleh penilaian terhadap fisik semata. Hal ini dikarenakan akan sulit untuk menilai atau mengenal seseorang pada ruang paling dalam dengan waktu yang relatif singkat. Apalagi, di dalam ilmu komunikasi, dikenal teori Dramaturgis yang mengkategorikan dua prilaku manusia dalam kehidupan ini seperti di dalam sebuah pementasan. Dua kategori ini adalah “front stage” dan “back stage.” Front stage adalah dimana manusia memerankan seorang yang lain di luar kebiasaan di dalam hidupnya sehari-hari atau seperti seorang aktor yang dapat memerankan tokoh apapun ketika di atas pementasan. Dengan kata lain, front stage adalah prilaku manusia yang berbeda ketika dirinya tengah berada dalam satu komunitas atau realitas tertentu. Sedangkan back stage adalah kebalikannya, yakni prilaku sehari-hari atau asli dari seorang manusia untuk menjalankan kehidupan.
Dengan begitu, secara sadar maupun tidak pada program itu pun ada peran-peran tertentu yang diperankan oleh orang -orang di dalam program tersebut, sehingga akan sulit untuk mengenal karakter aslinya dalam waktu yang sempit. Oleh karenanya, yang dapat dinilai adalah pekerjaan dan kecantikan atau ketampanan, tidak lebih. Dari sini kita bisa melihat, “pelajaran” apa yang ingin diberikan kepada khalayak televisinya.
Saya berasumsi bahwa program tersebut seperti yang ingin menggiring khalayak untuk mempunyai penilaian dangkal yang selaras dengan aktor-aktor di dalam program tersebut untuk memilih pasangan. Seakan memberikan kebenaran kepada khalayak, bahwa yang cantik mesti dipilih, begitu pun dengan yang mapan dan yang paling tidak habis pikir adalah kenyataan bahwa ada saja orang-orang yang siap malu untuk ditolak maupun diterima dihadapan khalayak televisi yang massa dan heterogen ini. Orang tersebut siap menjual dirinya dihadapan orang-orang yang secara singkat ia kenal, dengan cara menawarkan kelebihan-kelebihan yang ia miliki. Apalagi, sebagian besar adalah orang-orang muda, yang menururt saya dengan kemapanan dan ketampanan mereka dapat mendapatkan jodoh di luar acara ini.
Program Tak Berguna
Lantas, apakah berguna program seperti itu bagi khalayak? Saya rasa tidak, karena sama sekali program seperti ini tidak memberikan manfaat, tidak informatif, apalagi mendidik. Program tersebut hanya ingin mengajak penonton untuk turut andil dalam memilih siapa yang pantas untuk di jadikan pasangan hidup dan mungkin juga tidak. Walaupun, penilaian dan pilihan itu hanya merupakan pilihan semu bagi penonton, karena sama sekali penonton tidak terhubung dalam program tersebut. Maka, khalayak televisi tidak dapat mengubah apapun. Penonton hanya duduk manis di depan layar kaca, sambil tidak sadar pikirannya telah terpengaruhi oleh media yang memberikan penilaian-penilaian fisik semata dalam soal mencari pasangan.
Penilaian dan pilihan semu seperti ini, yang bisa menarik khalayak televisi untuk ikut mengapresiasi program biro jodoh ini untuk tetap bertahan dalam siaran televisi di rumah-rumah kita. Padahal, apresiasi seperti ini adalah apresiasi dangkal, karena penonton hanya berjalan searah dengan apa yang diinginkan media. Penonton hanya menyesuaikan diri dengan apa yang dihadirkan media, dengan tidak mengkritisinya. Dan penonton di buat tidak sadar, karena seolah kesadarannya telah ditumpulkan oleh acara “remeh-temeh” seperti ini yang tidak bermanfaat sama sekali bagi kehidupannya.
Jelas saja tidak bermanfaat, karena dari gambar dan suara (komunikasi) yang di siarkan tidak ada yang berguna bagi kehidupan khalayak, apalagi untuk mengubah realitas sosial. Program seperti ini hanya menampilkan hubungan dari pria dan wanita dewasa untuk memilih pasangannya. Oleh karena itu, tidak ada informasi dan pendidikan publik yang diberikan, bahkan untuk dikategorikan sebagai hiburan pun terasa berat. Karena menurut saya, program hiburan pun ada relasinya dengan penyaluran pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan khalayak. Walaupun definisi hiburan dalam fungsi komunikasi massa menyebutkan bahwa program hiburan disiarkan sebagai sarana untuk pelarian khalayak dari ketegangan pikiran. Tetapi, hal ini dimaksudkan untuk hiburan yang menginspirasi, yang dapat membuat pikiran segar kembali karena ada informasi baru yang diterima khalayak. Seperti program-program olahraga, feature ringan yang menyentuh sisi manusiawi kita (human interest), dll.
Mengapa demikian? Karena media seperti televisi adalah media komunikasi massa yang terikat dengan serangkaian fungsi-fungsi dalam komunikasi massa. Menurut Dominic yang dikutip dari buku Komunikasi Massa, Elvinaro Ardianto, dkk. Fungsi media massa ada lima: (1) pengawas, (2) penafsir, (3) Pertalian, (4) penyebaran nilai-nilai, (5) hiburan dan fungsi-fungsi ini saling berkaitan satu sama lain menurut saya. Oleh karena itu, dalam memprogram siarannya, televisi diwajibkan untuk mengetengahkan fungsi-fungsi ini dalam setiap program acara. Apalagi, dengan mengingat bahwa orientasi dari fungsi ini adalah untuk khalayak, dengan mempertimbangkan sisi tanggung jawab sosialnya.
Orientasi Pasar
Jika tidak demikian, untuk apa televisi repot-repot menyiarkan program di luar fungsinya sebagai media komunikasi massa atau menjalankan fungsinya yang hanya sekedar, sekedar “menarik” pehatian banyak orang. Alasan satu-satunya mungkin adalah orientasi televisi terhadap pasar. Dengan asumsi bahwa program siaran adalah sebuah komoditi yang perlu dijual sebanyak-banyaknya kepada khalayak, dengan begitu iklan akan masuk dalam setiap jeda program tersebut yang juga akan diketahui khalayak. Program acara televisi seperti ini seolah hanya sebagai penarik khalayak untuk duduk manis di depan televisi dan dipersiapkan untuk mengonsumsi iklan dengan baik.
Mungkin hubungan seperti ini adalah lumrah, dengan alasan bahwa tidak ada media televisi yang tidak perlu iklan, karena keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Media perlu iklan dan iklan perlu media. Tetapi, pembedanya adalah ketika media masih menerapkan fungsinya sebagai media komunikasi massa, terlepas dari kungkungan pengiklan, karena ruang redaksi mempunyai otoritasnya sendiri. Di sinilah titik tolak bagi televisi untuk menyiapkan program acara yang bermanfaat bagi khalayak. Walaupun, ada berbagai perspektif mengenai derajat kepentingan, juga manfaat mengenai informasi yang pantas dikonsumsi khalayak dari setiap media. Tetapi, koridor fungsi ini bisa menjadi titik temu bagi berbagai perspektif itu.
Oleh karenanya, aparatus yang bertanggungjawab untuk mengingatkan media massa mesti segera bertindak dengan prediksi dan analisa-analisa untuk menghentikan langkah media swasta ini dan khalayak media pun mesti selektif, juga kritis terhadap program siaran yang ditontonnya. Apalagi, menyangkut manfaat yang akan kita terima. Serta masyarakat pun mesti mengetahui mengenai fungsi media komunikasi massa ini, dengan begitu khalayak tidak pasif untuk menerima begitu saja, karena mengetahui dengan tegas bahwa program televisi pun berkaitan dengan kehidupannya. Dan terakhir, media jangan sampai tidak memberi pilihan program lain bagi masyarakat. Karena kecenderunganya, media seperti tidak memberi pilihan program bagi khalayaknya dan dengan begitu, khalayak pun seperti tidak mempunyai pilihan tontonan tertentu yang informatif, juga mendidik bagi dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar