Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Februari 2011

Merenungi Lagi Dukungan Bagi Timnas Pasca Bom


Oleh     : Damar Fery Ardiyan

Rencana pertandingan persahabatan antara tim All Star (Indonesia) dan klub Premier League, Manchester United (MU) pada Senin (20/7), akhirnya gagal setelah ledakan bom di hotel JW Marriot dan hotel Ritz Carlton  di Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (17/7). Klub yang dijuluki "Setan Merah" ini akan menempati hotel tersebut (Ritz Carlton) sebagai tempat peristirahatan mereka setibanya di Indonesia. Mungkin, dengan adanya peristiwa peledakan bom ini akan menyebabkan panitia pelaksana menjadwal ulang rencana pertandingan persahabatan antara tim All Star (Indonesia) dengan MU yang direncanakan akan bertanding pada Senin (20/7). Bahkan, Indonesia akan batal sama sekali untuk menjamu tim MU. 
Padahal, pecinta sepak bola Indonesia telah menunggu cukup lama dan mempersiapkan segala sesuatunya, seperti membeli kaos tim "setan merah" agar mereka terlihat selayaknya Rooney, Rio Ferdinand, Ryan Giggs, dan Edwin van der Sar. Tetapi, di sini saya tidak akan menyoal peledakan tersebut tetapi apa hubunganya dengan laga tandang yang dilakukan MU ke Indonesia untuk melawan serdadu lapangan hijau dari Indonesia, juga menyoal antusiasme para pecinta sepak bola di Indonesia yang saya rasa sudah memudar dan hanya ingin melihat ketangguhan tim "setan merah", ketimbang tim "merah putih" pada pertandingan yang menghabiskan dana sekitar Rp 30 miliar tersebut. 
Sebelumnya saya merasa bangga melihat animo yang sangat tinggi dari penggemar sepak bola di Indonesia, setiap kali Indonesia bertanding, baik dalam sepak bola maupun pertandingan lain. Dukungan tersebut seolah merupakan beragam suara yang menjadi satu untuk menyokong kejayaan merah putih di atas lapangan. Tetapi, untuk kali ini saya sempat mengerut dahi, ragu dan berkata "apakah kefanatikan atas sepak bola nasional sudah berkurang?." Saya harap tidak, tetapi keraguan saya seperti terjawabkan dengan beberapa berita pada media massa yang menyebutkan bahwa kostum MU laku keras dan akan dipersiapkan 3.500 tenaga keamanan pada kunjungan MU ke Indonesia nanti. Lalu saya berkata dalam hati; apakah baju tim nasional kita juga laku keras? serta bagaimana pengamanan untuk tim nasional kita?
Saya rasa pertanyaan tersebut tidak berlebihan dan sangat sederhana, malah berawal dari pertanyaan itu kita bisa menakar apakah pecinta sepak bola tanah air masih berdiri dengan sorakan yang mengemuruh untuk mendukung tim nasional kita. Jika datang bukan untuk mendukung Boaz Salosa, Bambang Pamungkas dan bintang sepak bola tanah air lain, lantas mereka datang untuk mendukung siapa? Secara asumtif saya bisa berkata bahwa jika para pencinta bola datang untuk melihat permainan klub raksasa liga Inggris tersebut karena kapan lagi bisa melihat kelihaian dan kecepatan para pemain bintang sepak bola dunia tersebut secara langsung. Dan hal ini diperkuat dengan ludesnya kaos tim MU, hingga kaos baru yang seharga Rp 599.000.

Kaos Simbol Dukungan
Ironis bukan? Saya akan merasa sangat bangga jika penonton pada pertandingan seperti ini datang dengan kostum merah putih berlambang garuda ketimbang kostum merah putih berlambang MU, walaupun pertandingan ini hanya pertandingan persahabatan tetapi cukup bergengsi untuk menunjukan Indonesia mampu dan pendukungnya pun memadati dengan baju berlambang garuda dan tidak lelah untuk meneriakan "Indonesia" dalam satu gelombang dukungan. Karena siapa lagi yang mau menyokong tim nasional kita kalau bukan kita sebagai warga negara. Sejatinya, walaupun rumput tetangga lebih subur, kita harus tetap membela bangsa sendiri dengan maupun tanpa berbagai kritik ke dalam yang semata-mata demi terciptanya kematangan. Walaupun, saat ini hanya berbentuk baju dan ucapan selama pertandingan, saya rasa itu sangat berguna. Megingat, dalam olahraga sepak bola mungkin tim nasional kita belum bisa disejajarkan dengan tim nasional negara lain, khususnya dengan negara-negara di Eropa. tetapi itu bukan merupakan alasan kita tidak mendukung tim nasional sendiri.    
Dengan kata lain, alasan ingin melihat aksi tim MU secara langsung bukan berarti membuat kita berganti baju dari garuda ke setan merah. Kasarnya, jika hanya ingin melihat, kita hanya perlu melihat dengan berbaju merah putih khas tim nasional kita, Indonesia dan tetap melabuhkan dukungan pada Bambang Pamungkas dkk. Jika kita datang berbondong-bondong dengan baju MU itu akan menyimbolkan bahwa kita pendukung MU. Hal ini sebagai bentuk komunikasi dalam memperlihatkan identitas dalam sebuah pertandingan yang memperkuat kamu dukung siapa dan saya dukung siapa.   
Dalam Ilmu komunikasi, hal ini termasuk komunikasi non verbal. Seperti yang dikatakan Deddy Mulyana dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi; pesan nonverbal adalah semua isyarat yang buka kata-kata. Lebih lanjut Deddy menjelaskan bahwa bahasa non verbal sebangun dengan bahasa verbalnya. Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas juga dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas yang sejajar dengan bahasa verbal. Jadi, dalam sebuah pertandingan ada bahasa-bahasa nonverbal, misalnya kaos salah satu tim yang diartikan sebagai pendukung tim tersebut. Lantas, ketika kita mengenakannya kita akan dipersepsikan sebagai pendukung salah satu tim, walaupun kita tidak mengkomunikasikannya secara verbal.

Tak Datang, Waktunya Berkaca Diri        
Dengan peristiwa dua ledakan di daerah Mega Kuningan, Jakarta, tim MU bakal batal mengunjungi Indonesia untuk bertanding dengan tim All Star. Tentu saja, kebatalan ini pasti disebabkan oleh masalah keamanan ibu kota yang tak lain sebagai tempat di mana pertandingan tersebut akan digelar. Tidak ada peristiwa pemboman saja, telah disiapkan ribuan personil keamanan, apalagi setelah kejadian pemboman pada Jumat (17/7) kemaren. Tetapi, dengan tidak bermaksud menyepelekan peristiwa pemboman yang merusak ketenangan setelah pilpres ini, ada sedikit berkah dan harapan; bagi para pecinta sepak bola bisa diberi kesempaan untuk merenungi makna sebuah dukungan bagi tim merah putih berlambang garuda dan dengan segera mengesampingkan baju MU untuk mengenakan baju tim nasional kita dengan bangga saat laga seperti itu direncanakan kembali. 
Sehingga, perwakilan dari kita semua yang tengah berlaga memperjuangkan merah putih agar bisa menempati posisi yang paling tinggi, walaupun itu hanya pertandingan persahabatan. Jangan sampai kita malu di negeri sendiri dengan sebuah kekalahan yang secara tersirat di dukung oleh warganegara Indonesia, pecinta sepak bola. Akhirnya, semoga Allah SWT mendorong sepak bola nasional kita untuk bisa bersaing di pentas dunia, amin.

**Terbit di Tribun Jabar, edisi 22 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar